B737MAX

AVIATREN.com – Asosiasi pilot di Amerika Serikat (AS) mengaku baru mengetahui fitur otomatisasi di pesawat Boeing 737 MAX 8 yang diduga berkontribusi dalam kecelakaan Lion Air JT610.

Boeing sendiri baru mengeluarkan buletin keselamatan, tentang bagaimana cara mengatasi masalah jika timbul anomali akibat fitur otomatisasi tersebut.

Fitur otomatisasi yang dimaksud adalah Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS). Fitur ini bekerja secara otomatis, meski pesawat terbang manual (autopilot mati).

Tujuannya mulia, yakni memproteksi pesawat dari manuver yang berbahaya, seperti mengangkat hidung pesawat terlalu tinggi, sehingga mengakibatkan stall. Namun dalam kasus JT610, fitur ini justru diduga turut berkontribusi dalam membuat kecelakaan.

Namun, fitur otomatisasi ini belum banyak diketahui pilot-pilot B737 MAX, karena sebelumnya tidak tercantum dalam buku manual operasi. Hanya setelah terjadi anomali, dan peristiwa Lion Air JT610 terjadi, Boeing baru menjelaskan fitur ini lewat buletin keselamatan.

Mengapa fitur tersebut harus dipasang? Saat Boeing mendesain B737 MAX, mereka menginginkan mesin yang lebih besar dan lebih hemat, untuk dipasang di pesawat single aisle terbarunya.

737 MAX juga didesain memiliki landing gear yang lebih pendek, sehingga pesawat lebih ceper.

Dengan memasang mesin sedikit agak ke depan dan ke atas, serta memperpanjang roda pendaratan depan (nose landing gear) sebesar 8 inci, Boeing mampu memangkas konsumsi bahan bakar sebesar 14 persen.

Perubahan itu juga membuat karakteristik pesawat berbeda dari keluarga 737 sebelumnya (classic: -300, -400, -500, dan Next generation/ NG). Relokasi penempatan mesin dan thrust yang lebih besar, membuat hidung pesawat cenderung mendongak saat terbang.

Boeing pun mengakalinya dengan membuat sistem otomatis yang mengkompensasi gerakan pitch (dongakan hidung pesawat) itu, agar membantu pilot menurunkan hidung pesawat, manakala angle of attack terlalu besar saat terbang manual.

 

Ilustrasi Angle of Attack

Angle of attack yang terlalu besar inilah yang berisiko membuat pesawat stall. Fitur otomatis ini (MCAS), tetap aktif meski pesawat terbang dalam kondisi manual (Autopilot Off).

Sistem MCAS akan menurunkan hidung pesawat dengan cara mengatur roda penyesuaian (trim) agar horizontal stabilizer (sayap kecil di ekor pesawat) berputar, membuat hidung pesawat turun.

Dikutip AVIATREN dari The Air Current, Jumat (16/11/2018), sistem ini akan aktif saat:

  • Angle of attack besar
  • Autopilot off
  • Flap (sirip tambahan di sayap) tidak menjulur keluar
  • Berbelok terlalu tajam (miring).
Cara kerja fitur MCAS di 737 MAX (The Air Current)

MCAS akan menggerakkan horizontal stabilizer ke atas sebesar 0,27 derajat oer detik. Sudut terbesar yang bisa dibuat adalah 2,5 derajat yang membutuhkan waktu 9,26 detik.

Sistem ini baru akan non-aktif saat angle of attack mengecil, atau pilot meng-override (mengambil alih kendali) dengan cara manual trim.

Oleh karena itu, rekomendasi Boeing yag terbit setelah kecelakaan JT610 menyebut, jika terjadi anomali angle of attack, pilot diminta mengatur trim sendiri, baik dari tombol elektrik di setir pesawat, atau manual dengan memutar roda trim.

Jika siklus tersebut terus berulang, Boeing juga menginstruksikan pilot untuk mematikan stabilizer trim lewat switch yang disediakan, dan tetap dalam kondisi mati (CUTOUT) sepanjang penerbangan.

Anomali yang terjadi dalam penerbangan Lion Air JT610 sendiri menurut KNKT adalah sensor Angle of Attack (AoA) yang memberikan input yang mengacau atau berbeda-beda.

Untuk dipahami, bahwa kecelakaan pesawat tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal. Banyak faktor di belakangnya yang turut memberi kontribusi terhadap kecelakaan pesawat. Fitur otomatisasi di 737 MAX dan kacaunya sensor AoA Lion Air JT610 adalah dua dari sekian banyak faktor yang sedang diinvestigasi KNKT.

*Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Ini Fitur yang “Dirahasiakan” Boeing, Berkontribusi pada Kecelakaan Lion Air JT610?