AVIATREN.com – Beberapa armada Sriwijaya Air dikabarkan tak layak terbang setelah Garuda Maintenence Faility (GMF) AeroAsia menghentikan layanan perwatan rutin.

Penghentian layanan tersebut akibat Sriwijaya Air dianggap tidak mampu melunasi utangnya sebesar Rp 810 miliar kepada GMF.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (persero) Tbk, Ari Askhara, berpendapat, bahwa saat ini GMF AeroAsia memutuskan untuk kembali memberikan pelayanan perawatan kepada Sriwijaya Air, dan butuh waktu 2 bulan agar semua pesawat Sriwijaya Air bisa terbang kembali.

“Kemarin kan memang kita stop layanan untuk maintenence-nya. Nah, sekarang kita resume untuk kembali beroperasi,” ujar Ari, seperti yang dikutip AVIATREN dari Kompas.com di Jakarta, Kamis (3/10).

Ari menambahkan, layanan perawatan pesawat kepada Sriwijaya Air akan diberikan secara perlahan. Karena itu, dirinya belum dapat memastikan kapan seluruh armada Sriwijaya Air bisa kembali beroperasi.

Menurutnya, saat ini ada 18 pesawat Sriwijaya Air yang belum bisa beroperasi. Pihak GMF AeroAsia akan memperbaiki pesawat-pesawat tersebut secara bertahap.

“Kita harapkan dalam waktu dua bulan ke depan sudah normal seperti sebelumnya.” Ujar Ari dikutip AVIATREN dari Kompas.com, Senin (7/10/2019).

“Sekarang yang sudah dioperasikan 12 (pesawat), bertahap kita akan tambah terus. Nanti kita akan update terus ke market,” tambahnya.

Sebelumnya, Direktur Operasi Sriwijaya Air, Fadjar Semiarto, merekomendasikan agar maskapai tersebut menghentikan operasionalnya untuk sementara waktu. Menurut Fadjar, saat ini pesawat yang dimiliki maskapai tersebut berpotensi menimbulkan bahaya jika tetap dioperasikan.

“Kalau dibilang sangat membahayakan (tidak), (tetapi) berpotensi (berbahaya) iya. Karena dari sisi pesawat yang dirawat dalam kondisi yang limited berpotensi terjadi hal-hal yang di luar yang kita perkirakan,” ujar Fadjar, Senin (30/9)

Fadjar menjelaskan, bahaya muncul karena hazard, identification, and risk asessment (HIRA) operasional Sriwijaya Air menunjukan pada level 4A, di mana yang tertinggi berada pada level 5A. Artinya, jika tidak segera dibenahi, maka hal ini akan mengganggu opersional Sriwijaya Air.