AVIATREN.com – Citilink dan GMF AeroAsia mendapatkan teguran dari Kementerian perhubungan (Kemenhub) atas masalah rem di 19 pesawat yang masih beroperasi dengan normal.
Masalah ini diketahui mencuat berdasarkan hasil audit terhadap GMF AeroAsia yang dilakukan pada 17 Desember 2021 lalu.
Dalam sebuah surat yang dikirimkan Kemenhub, dicantumkan bahwa ada 19 pesawat A320 milik Citilink yang mengalami masalah open HIL Brake selama tiga bulan terakhir.
Menurut Kemenhub, masalah ini bisa menyebabkan adanya anomali pada rem (brake occurances), seperti rem meleleh (melting), macet (jammed), kerusakan pada rotor (rotor damage), dan kelebihan temperatur (over temperature).
Untuk menyelesaikan masalah rem pada 19 pesawat A320 Citilink ini, Kemenhub melanyangkan surat teguran dengan status ACL D95 yang dilayangkan pada 22 Desember 2021 kemarin dan ditandatangani oleh Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara, Dadun Kohar.
Dalam surat tersebut, Kemenhub meminta GMF AeroAsia segera memperbaiki masalah open HIL Brake pada 19 pesawat Citilink. Selain itu, maskapai tersebut juga diperintahkan untuk segera meningkatkan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap GMF AeroAsia.
Citilink dan GMFAeroAsia sendiri telah menanggapi surat teguran tersebut. Mereka mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah memberi dampak signifikan pada industri aviasi.
Sehingga, efek pandemi tersebut memberi implikasi terhadap pelaku-pelaku indistri di dalamnya, tak terkecuali operator, perusahaan MRO (maintenance, repair and overhaul), dan pemasok komponen pesawat.
“GMF dan Citilink mengapresiasi perhatian DKPPU untuk senantiasa memastikan kelaikudaraan pesawat terbang dan lalu lintas udara yang aman,” jelas kedua pihak tersebut, dikutip Aviatren dari Tempo.co, Selasa (28/12/2021).
Risiko cukup serius
Di kesempatan terpisah, pengamat penerbangan sekaligus Direktur AsiaAero Technology, Alvin Lie mengatakan bahwa masalah rem di belasan pesawat Citilink tadi bisa menimbulkan risiko serius.
Pasalnya, pesawat yang beroperasi dalam kondisi rem bermasalah akan menimbulkan masalah lain yang bakal muncul ketika pesawat tersebut menjalani proses pendaratan.
“Ketika pesawat itu menggunakan rem, terutama saat mendarat, rem jadi tidak stabil. Pesawat akan berpotensi zig-zag ke kanan dan kiri,” tutur Alvin.
Apabila ini terjadi, maka pesawat, menurut Alvin, berpotensi akan berhenti tidak sesuai dengan jarak yang telah ditetapkan, bahkan bisa keluar dari jalur landasan.
Lantaran risiko yang berpotensi muncul ini cukup serius, Alvin pun mengaku heran mengapa GMF AeroAsia, sebagai salah satu perusahaan perawatan pesawat yang cukup besar, bisa melewatkan masalah rem seperti ini.
“Apakah karena kurang pengawasan atau karena unsur kecerobohan. Tapi kalau kecerobohan enggak mungkin segitu banyak. Atau mungkin masalah keuangan jadi kekurangan suku cadang,” imbuh Alvin.
Alvin menambahkan, pihak-pihak terkait harus melakukan investigasi mendalam demi mengetahui akar dari masalah yang ditemui dalam audit GMF AeroAsia tersebut.
Ia juga menilai teguran Kemenhub tak cukup untuk menyelesaikan masalah rem di 19 pesawat tersebut.
“Ini harus dicari sumber masalah agar tidak terulang di masa mendatang. Kami cukup beruntung walau ada masalah tersebut, pesawat tidak sampai mengalami insiden serius,” pungkas Alvin.