AVIATREN.com – Boeing telah membayar klaim pertama kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air B737 MAX, penerbangan JT610 di Indonesia, yang menewaskan 189 orang.
Seorang pengacara penggugat di AS yang mewakili korban menyatakan bahwa keluarga korban akan menerima sedikitnya 1,2 juta dollar AS (Rp 17 miliar).
Berita itu datang beberapa hari setelah laporan bahwa penyelidik Indonesia menemukan bahwa penyimpangan desain dan kelalaian menjadi penyebab dalam kecelakaan yang terjadi pada Oktober 2018 silam.
Lion Air dan otoritas penerbangan sipil Indonesia menolak pertemuan dengan NTSB.
Boeing mengatakan pihaknya terus “bekerja dengan otoritas investigasi untuk menyelesaikan laporan kecelakaan akhir,” yang diharapkan dirilis pada November mendatang.
Pabrikan pesawat tidak mengomentari penyelesaian klaim setelah Floyd Wisner dari Wisner Law Firm mengatakan bahwa 11 dari 17 kasus kliennya telah diselesaikan. Boeing tidak bertanggung jawab atas kejadian itu, katanya.
Klaim, masing-masing mewakili satu korban, adalah yang pertama kali diselesaikan dari 55 tuntutan hukum yang diajukan terhadap Boeing di pengadilan federal AS di Chicago, dan dapat menghambat mediasi oleh pengacara penggugat lainnya selama beberapa bulan ke depan.
Brian Kabateck, seorang pengacara terkemuka di California yang bekerja atas nama belasan keluarga Indonesia, mengatakan kliennya memperjuangkan hak untuk mendapatkan klaim kompensasi mereka diselesaikan di AS, daripada di pengadilan Indonesia, di mana pembayaran mungkin dikurangi.
Kehidupan orang Indonesia “tidak kalah penting” dari yang lain, katanya.
Dalam sebuah wawancara sebelumnya, salah satu kliennya, Rini Soegiyono, yang adik perempuannya, Niar (39) meninggal bersama suaminya, mengatakan bahwa jaksa penuntut umum, Andri Wiranofa (41) mengatakan bahwa Boeing berutang pada keluarganya dan yang lain mengambil tindakan hukum untuk mengetahui kejelasan atas apa yang terjadi.
“Dunia juga menunggu sehingga penting untuk mengetahui agar hal itu tidak terjadi lagi. Kami tidak ingin ada keluarga lain yang harus merasakan yang kami alami,” katanya.
Boeing juga menghadapi hampir 100 tuntutan hukum atas kecelakaan 737 MAX Ethiopian Airlines pada 10 Maret, yang menewaskan 157 orang dalam perjalanan dari Addis Ababa ke Nairobi.
Tuntutan hukum atas kedua tabrakan mengklaim bahwa cacat produksi menyebabkan data sensor yang keliru, sehingga memicu sistem otomatis yang kemudian membuat pilot kewalahan.
Sumber: www.telegraph.co.uk