AVIATREN.com – Hubungan business to business antara maskapai pelat merah Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air kembali retak. Kuasa hukum Sriwijaya Air Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ada beberapa penyebab hubungan kedua maskapai retak.

Penyebab utamanya adalah karena ketidakjelasan perjanjian awal yang dibuat oleh kedua belah pihak.

“Memang banyak kendala dan kekisruhan dalam kerjasama ini yang menurut saya berawal karena ketidakjelasan perjanjian awal yang dibuat lebih dari setahun yang lalu, sehingga terjadi saling salah-menyalahkan,” kata Yusril yang juga merupakan salah satu pemegang saham Sriwijaya Air ini, dikutip AVIATREN dari Kompas.com (8/11/2019).

Yusril menyebut, Garuda Indonesia terlalu mengintervensi Sriwijaya Air. Intervensi itu berupa pembagian keuntungan, maintenance pesawat, dan penampungan kru maskapai.

Sebagai contoh, sejak bergabung dengan Garuda Indonesia, maintenance maskapai Sriwijaya Air ditangani oleh GMF AeroAsia dengan biaya yang jauh lebih mahal. Padahal sebelumnya, Sriwijaya kerap mengerjakan maintenance sendiri.

“Lalu, selama ini Sriwijaya punya asrama-asrama untuk menampung para kru pesawat. Sekarang dipindahkan ke hotel. Jadi hasilnya menjadi lebih mahal dibanding jika ditangani oleh Sriwijaya sendiri,” sebut Yusril.

Belum lagi soal perjanjian KSO yang diubah menjadi penjanjian KSM beberapa waktu lalu.

Yusril mengungkap, dalam perjanjian itu Garuda Indonesia secara sepihak menetapkan management fee sebesar 5 persen dan pembagian keuntungan sebesar 65 persen dihitung dari pendapatan kotor perusahaan.

“Akibatnya, perusahaan bisa collapse kalau begitu. Menurut persepsi Sriwijaya, utang malah bertambah dan membengkak selama di-manage oleh Garuda. Maksud dari kerja sama ini kan untuk meningkatkan kapabilitas Sriwijaya agar bisa membayar utangnya kepada BUMN,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Yusril menuturkan rute-rute gemuk Sriwijaya Air sedikit demi sedikit diambil oleh Citilink. Seperti rute ke Bangka Belitung misalnya, Yusril mengungkap terdapat 14 penerbangan selama 1 hari.

Dari 14 penerbangan itu, biasanya Sriwijaya mendapat 7 kali penerbangan. Namun kini, Sriwijaya hanya mendapat 2 kali penerbangan pada malam hari.

“Sekarang sudah tinggal 2. Itu terbangnya jam 07.00 sampai jam 07.15 malam. Ya siapa yang mau naik? Jadi ini sebenarnya mau menyelamatkan Sriwijaya atau mau menghancurkan Sriwijaya? Ini kan jadi masalah conflict of interest. Menurut saya hal-hal seperti ini harus diselesaikan,” katanya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Ini Penyebab Kisruh Garuda-Sriwijaya Versi Yusril Ihza Mahendra
Penulis : Fika Nurul Ulya
Editor : Erlangga Djumena