AVIATREN.com – Pasar penerbangan Indonesia disebut kurang berkembang dan kompetitif lantaran dikuasai oleh dua grup maskapai penerbangan besar, yaitu Garuda Indonesia dan Lion Air Group.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan per 2020 lalu, maskapai murah (LCC) Lion Air berhasil memuncaki posisi tertinggi pangsa pasar maskapai berjadwal rute domestik sebesar 35,3 persen dari total 12 maskapai.
Masih dalam grup yang sama, Batik Air menguasai pasar 17,3 persen dan berada di posisi kedua, diikuti dengan Garuda Indonesia Group, yang terdiri dari Citilink dan Garuda Indonesia, yang menempati posisi ketiga dan keempat dengan pangsa pasar masing-masing 15,3 persen dan 13 persen.
Untuk menutup lima besar, Wings Air, yang juga masih satu grup dengan Lion Air, memiliki pangsa pasar 8 persen.
Setelah lima maskapai tersebut, ada Sriwijaya Air yang menguasai sebesar 4,5 persen pangsa pasar. Sisanya ialah Trigana Air, TransNusa, Express Air, dan Susi Air yang berada di peringkat sembilan hingga 12 dengan market 0,7 persen; 0,6 persen; dan 0,2 persen.
Karena hanya ada dua grup maskapai yang mendominasi, maka pasar penerbangan di Indonesia, menurut Presiden Direktur Aviatory Indonesia, Ziva Narendra dinilai tidak kompetitif, bahkan dalam 20 tahun terakhir.
“Ini menyebabkan masa depan industri penerbangan menjadi tidak jelas karena jadinya setiap pemain industri mencari jalan sendiri-sendiri dan bukan sebagai langkah kolektif,†ujar Ziva, dikutip Aviatren dari Tempo.co, Senin (15/11/2021).
Sulit berkembang
Ziva menjelaskan, industri yang dikuasai grup tertentu bakal memiliki efek buruk tersendiri, yaitu membuat sektor penerbangan tidak berkembang variatif. Di sisi lain, regulasi pemerintah Indonesia yang terus berubah-ubah membuat dunia usaha penerbangan di Tanah Air sulit tumbuh.
Ia melanjutkan, dalam industri yang sudah matang, setiap aspek penerbangan mulai pendidikan, ketenagakerjaan, riset dan teknologi, pelayanan, sampai kegiatan komersil/non-komersil bisa tumbuh dengan subur tanpa harus saling bersinggungan.
Pasar penerbangan Indonesia sendiri tampaknya belum dewasa dan masih belum tumbuh lantaran didominasi dua grup maskapai tadi.
Meski demikian, hal itu sebenarnya bukan menjadi masalah. Sebab, menurut Ziva, maskapai penerbangan di Indonesia bisa bersama-sama berupaya untuk menciptakan ekosistem yang sehat, supaya pasar tidak dikuasai oleh grup tertentu dan demi terciptanya kompetisi yang sehat.
“Industri yang sehat adalah yang berkesinambungan, yang memiliki visi jangka panjang, konsisten dari segi regulasi termasuk pelaksanaan, pengawasan, penekanan, dan sinergi,†pungkas Ziva.