Airbus dan Boeing
Airbus dan Boeing

AVIATREN.com – Pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona, juga berimbas kepada dua produsen pesawat terbesar di dunia, Airbus dan Boeing.

Airbus dikabarkan memangkas kapasitas produksi seri pesawat paling larisnya, A320, sementara Boeing membuat program pengurangan karyawan dengan menawarkan pensiun dini bagi yang bersedia mengajukan diri.

Surat kabar Financial Times melaporkan bahwa Airbus telah memangkas kapasitas produksi pesawat A320-nya menjadi “kurang dari 60 pesawat setiap bulan”.

Padahal, sebelum wabah Covid-19 meluas, target produksi 60 pesawat sebulan itu sudah bisa dicapai Airbus. Sebelumnya, Airbus juga sempat memasang target produksi 63 pesawat A320 per bulan pada akhir 2020 nanti.

Seri pesawat lain juga ikut dipangkas, seperti widebody yang melayani penerbangan long-haul A350 dan A330.

“Pabrikan sangat berhati-hati akan perubahan tingkat (kapasitas) produksi, mereka tidak akan mengubah kecuali bisa mempertahankannya selama dua atau tiga tahun,” ujar seorang analis.

Airbus sendiri tidak bersedia memberikan komentar soal kabar pengurangan kapasitas produksi di pabriknya. Mereka hanya mengatakan bahwa sedang menilai efek pandemi ini kepada sisi operasional perusahaan, dan mitigasi yang bisa diperlukan.

Sementara rival Airbus, Boeing yang sedang didera isu keselamatan di pesawat B737 MAX, mengumumkan mulai mengurangi karyawan pada 2 April lalu.

Pabrikan yang bermarkas di Seattle, Washington, AS itu mengatakan menawarkan kepada karyawan yang berbasis di AS untuk pensiun dini secara sukarela, dan menargetkan ribuan karyawan yang bersedia.

“Kami memulai program pensiun dini bagi karyawan yang sukarela mengajukan diri, dan menawarkan pesangon dan benefit lainnya,”  ujar CEO Boeing, Dave Calhoun dikutip AVIATREN dari Business Insider, Minggu (5/4/2020).

Menurut Calhoun, butuh waktu lama bagi vendor pembuat pesawat terbang kembali pulih dari krisis. 

“Saat dunia pulih dari pandemi ini, ukuran pasar dan tipe produk serta layanan yang diinginkan konsumen kami akan berbeda, kami butuh menyesuaikan suplai dan permintaan, sembari industri melewati masa pemulihan,” ungkap Calhoun.