Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan setidaknya dua faktor yang menjadi sumber pemborosan di maskapai Garuda Indonesia.
3D imagery, 737 MAX, MAX, 737 MAX 7, 737 MAX8, 737 MAX 9

AVIATREN.com – Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan sejumlah faktor pemborosan di maskapai Garuda Indonesia. Menurut Erick, salah satu pemborosan itu berasal dari beban biaya sewa pesawat Garuda Indonesia yang lebih besar dari maskapai lain yang beroperasi di Tanah Air.

Menurut dia, beban biaya sewa pesawat di maskapai pelat merah ini bisa di atas 20 persen dari biaya operasional, sementara maskapai lainnya biasanya hanya di bawah 10 persen.

“Garuda (beban sewa pesawatnya) 28%. Maskapai lain cuma 8%. Secara operasional, lebih mahal,” jelas Erick, dikutip Aviatren dari Detik.com, Jumat (21/1/2022).

Selain biaya sewa pesawat, pemborosan lainnya yang dilakukan Garuda, menurut Erick, adalah melakukan pengadaan aneka jenis pesawat tanpa ada fungsi yang jelas.

Berdasarkan data Kementerian BUMN, Garuda memiliki 13 jenis armada pesawat, baik itu yang dimiliki maupun berstatus sewa.

Padahal, maskapai lainnya di Tanah Air hanya menggunakan sekitar 3-4 jenis pesawat saja, selisih 9-10 jenis pesawat dengan Garuda.

Setelah ditelusuri, Erick menjelaskan bahwa pemborosan ini diakibatkan oleh manajemen Garuda yang melakukan pengadaan pesawat tanpa memikirkan terlebih dahulu apa fungsi pesawat tersebut untuk mendukung operasional.

Bahkan, Erick menyebut bahwa banyak pesawat yang dibeli terlebih dahulu, baru kemudian rute untuk pesawat-pesawat tersebut dipikirkan oleh pihak manajemen.

“Setelah kita dalami juga, banyak pembelian ini hanya beli pesawat. Bukan justru rutenya yang dipetakan, baru disesuaikan pesawatnya apa. Jadi, pesawatnya dulu, baru rutenya,” ujar Erick.

Pengadaan pesawat yang tidak jelas ini lantas bisa dihubungkan dengan indikasi korupsi yang terjadi pada pengadaan pesawat ATR 72.

Menurut Erick, pihaknya saat ini telah melakukan investigasi internal dan melaporkan tindakan korupsi tersebut langsung ke Kejaksaan Agung untuk diproses.

“Yang terbaru, (pengadaan) ATR72-600 ini indikasinya juga sama seperti sebelum-sebelumnya (korupsi),” pungkas Erick.

Content Writer

View all posts