Garuda Indonesia dinyatakan lolos PKPU dan tidak jadi pailit. Apa maksudnya dari PKPU ini, dan apa langkah Garuda Indonesia selanjutnya?

AVIATREN.com – Maskapai Garuda Indonesia diputuskan lolos dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), setelah kreditur Garuda Indonesia menyetujui proposal damai.

Pada pemungutan suara Jumat (17/6) lalu, sebanyak 347 kreditur atau 95,07 persen menyetujui proposal damai yang diajukan Garuda Indonesia.

Adapun jumlah kreditur konkuren yang hadir dengan total suara sebanyak 12.162.455. Rapat itu dihadiri 365 kreditur dengan total jumlah hak suara 12.479.432.

PKPU merupakan cara penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. PKPU juga menjadi periode waktu tertentu di mana diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dalam periode tersebut baik kreditur dan debitur diberikan suatu kesepakatan musyawarah dalam cara-cara pembayaran utang-utang dengan memberikan rencana perdamaian pada seluruh atau sebagian dari utang itu termasuk juga dalam merestrukturisasi utang tersebut.

Dalam kasus Garuda Indonesia, diketahui hingga kuartal III-2021, perseoran memiliki total utang mencapai 13,03 miliar dollar AS atau naik 25,7 persen dari 10,36 miliar dollar AS pada kuartal III-2020.

Dengan disetujuinya PKPU Garuda Indonesia, maka dalam kurun waktu 270 hari, seluruh kreditur tidak bisa menagih hutang BUMN aviasi secara hukum.

Garuda memiliki waktu untuk memikirkan cara menyelesaikan utang kepada para kreditur. Salah satunya berharap dengan adanya dana tambahan penyertaan modal negara (PMN).

Selanjutnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra memastikan pembayaran utang kepada kreditur dengan nilai di bawah Rp 255 juta akan diselesaikan dalam waktu tiga bulan.

“Sekitar dalam waktu tiga bulan akan diselesaikan yang di bawah Rp255 juta. Dan tentu saja, kita akan meneribitkan surat hutang baru untuk Rp 825 juta,” tambah Irfan.

Setelah Garuda lolos PKPU, pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas PP Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

Salah satu pasal di PP tersebut mewajibkan komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh atas kerugian BUMN yang dikelolanya. Dengan PP yang baru tersebut, menurut Ditha, bisa dijadikan alat bagi manajemen dan dewan pengawas perusahaan BUMN untuk menolak segala intervensi yang dapat merugikan perusahaan BUMN.