AVIATREN.com – Pandemi Covid-19 membuat banyak maskapai penerbangan di dunia terlilit utang, salah satunya adalah PT Garuda Indonesia.
Saat ini, maskapai dalam negeri itu disebut membutuhkan setidaknya 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 14,2 triliun) untuk membayar sejumlah utang mereka, supaya binisnya bisa bertahan di tengah krisis yang sedang dialami.
Untuk membayar utang-utangnya sendiri, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa pihak Garuda tengah bernegosiasi dengan para kreditur, sebagai langkah restrukturisasi utang mereka yang kira-kira mencapai 6,3 miliar dolar AS (sekitar Rp 89,9 triliun).
Menurut dia, kesepakatan dengan para kreditur terkait utang Garuda tersebut kemungkinan bakal rampung pada kuartal kedua tahun 2022 mendatang.
Selain itu, pihak Garuda juga telah menyiapkan beberapa opsi dalam negosiasi utang dengan berbagai pihak, termasuk beralih ke instrumen investasi lain seperti penjualan obligasi konversi hingga pinjaman bank tanpa kupon.
“Kami sedang bernegosiasi dengan banyak pihak dengan kebutuhan yang berbeda, sehingga preferensi mereka juga berbeda-beda,†kata Wirjoatmodjo, dilansir Bloomberg dan dikutip Aviatren, Senin (1/11/2021).
“Harus saya tegaskan, pemerintah tidak ingin membuat Garuda bangkrut. Yang kami cari adalah penyelesaian utang, baik di luar proses pengadilan atau melalui proses pengadilan,†imbuh Wirjoatmodjo.
Nantinya, setelah perjanjian utang dengan para pihak yang dinegosiasi itu dibuat, Garuda akan mulai mencari cara untuk mengumpulkan uang 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 14,2 triliun) tadi untuk membayar kewajibannya, sekaligus menjadi modal untuk beroperasi kembali.
Berpotensi dilepas ke swasta
Meski demikian, dengan nilai utang yang begitu tinggi, pemerintah kini memilih bersikap realistis dan terbuka, termasuk menerima adanya kemungkinan di mana pemerintah melepas mayoritas kepemilikan Garuda ke pihak investor swasta.
“Kami (juga) sedang berkomunikasi dengan sejumlah pemain besar di industri penerbangan,†kata Wirjoatmodjo.
Sebagai seorang yang ahli di bidang ekonomi, Wirjoatmodjo mengatakan bahwa restrukturisasi utang, begitu juga masalah utang yang dialami Garuda ini cukup unik.
Sebab, ia mengaku menemukan keterpurukan yang mendalam di bisnis maskapai tersebut, yang tentunya diperparah dengan berbagai faktor seperti pandemi, nilai tukar uang yang berfluktuasi, serta harga minyak yang naik-turun.
Dalam skenario terburuk pemerintah, Wirjoatmodjo pun mengatakan pihak Garuda akan meminta perlindungan pengadilan, jika semua negosiasi utang gagal.
“Bisa dibilang, tantangan yang dihadapi Garuda saat ini bernilai 9,5 dari skala 1 sampai 10. Kita hanya bisa berharap sekarang,” pungkas Wirjoatmodjo.