AirAsia Pesan 50 Pesawat A321XLR, Bangun Jaringan Penerbangan Global Berbiaya Rendah


AVIATREN.com – Maskapai berbiaya rendah asal Malaysia, AirAsia, resmi memesan 50 unit pesawat Airbus A321XLR (extra long range) untuk memperluas jangkauan penerbangan jarak jauh menggunakan armada berbadan sempit (narrowbody). Selain itu, AirAsia juga mengamankan hak konversi untuk 20 unit tambahan tipe yang sama.

Pesanan ini merupakan langkah awal dari dua kontrak besar yang akan diumumkan maskapai dalam waktu dekat. CEO Capital A—induk perusahaan AirAsia—Tony Fernandes menyebut pihaknya tengah menyiapkan pemesanan hingga 150 pesawat tambahan yang akan difinalisasi dalam sebulan ke depan.

Menurut rencana, pengiriman pertama A321XLR dijadwalkan berlangsung antara tahun 2028 hingga 2032. Namun, Fernandes berharap jadwal ini dapat dimajukan menjadi tahun 2027.

“Pesawat berbadan sempit memberi risiko yang lebih kecil pada rute-rute tertentu dan membuka peluang ke banyak destinasi yang sebelumnya tidak bisa kami layani karena keterbatasan kapasitas pesawat 380 kursi seperti A330. Ini benar-benar langkah transformasi,” ujar Fernandes dikutip AVIATREN daro CH Aviation, Selasa (8/6/2025).

Fernandes juga menambahkan bahwa AirAsia yakin bisa menjadi jaringan maskapai berbiaya rendah global pertama dengan armada narrowbody.

Bangun “Virtual Hub” Global

AirAsia menargetkan pembentukan “virtual hub” di kawasan Timur Tengah, Eropa, dan Asia Timur, guna menghadirkan layanan penerbangan jarak jauh satu kali transit (one-stop service) ke berbagai belahan dunia. Fernandes belum mengungkap lokasi pastinya, namun menyebut Jepang sebagai kandidat kuat untuk hub Asia Timur.

Grafis daya jelajah A321 XLR dibanding keluarga Airbus lain.

Saat ini, AirAsia telah mengoperasikan penerbangan fifth freedom antara Osaka (Kansai) dan Taipei, serta sebelumnya pernah melayani rute ke Honolulu melalui Jepang.

“Dengan satu kali transit di Timur Tengah, kami bisa menjangkau sebagian besar Eropa dan seluruh Afrika. Dari Eropa, kami bisa lanjut ke Amerika Utara bagian timur. Ke pantai barat Amerika, kami bisa transit di Jepang atau Honolulu. Pesanan ini memungkinkan kami membangun armada narrowbody yang bisa menjangkau dunia,” ungkap Fernandes.

Alih-alih membangun maskapai baru (AOC/Air Operator Certificate), AirAsia lebih memilih memanfaatkan hak fifth freedom dari operator yang sudah ada untuk mendirikan hub virtual.

“Kalau bisa, saya tidak ingin memulai AOC baru. Kami cukup menempatkan pesawat di sana untuk transit. Tapi kalau ternyata berhasil, barulah kami pertimbangkan membuat AOC. Kami sudah menerima tawaran hak AOC serta fifth dan seventh freedom dari Timur Tengah,” katanya.

Garap Bandara Sekunder

Selain memperkuat konektivitas melalui hub seperti Kuala Lumpur, Bangkok Don Mueang, serta sebagian di Jakarta dan Manila, AirAsia juga akan memanfaatkan A321XLR untuk membuka rute langsung dari bandara-bandara sekunder. Beberapa kota yang dinilai potensial adalah Denpasar (Bali), Penang, dan Johor Bahru.

Destinasi lain seperti Busan (Korsel), Nagoya, dan Hiroshima (Jepang) juga disebut tidak cocok dilayani pesawat berbadan lebar seperti A330, namun bisa lebih efisien menggunakan A321XLR.

Meski akan meningkatkan konektivitas transit, AirAsia menegaskan tetap berfokus pada model penerbangan langsung (point-to-point). Saat ini, sekitar 7 persen penumpang AirAsia tercatat melakukan penerbangan lanjutan (connecting).

Komposisi Armada dan Pendanaan

AirAsia belum memutuskan pembagian jumlah A321XLR untuk masing-masing entitas anak usahanya di Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Kamboja. Namun Fernandes menegaskan, pesanan ini bersifat tambahan dari komitmen sebelumnya terhadap Airbus.

Saat ini, AirAsia memiliki 170 unit A320-200, 40 A320neo, 3 A321 freighter, dan 15 A321neo. Selain itu, masih ada pesanan aktif untuk 322 unit A321neo dan 36 A321neoLR, dengan empat unit pertama dijadwalkan datang pada 2026. Adapun hak konversi untuk 20 unit XLR berasal dari pesanan yang sudah ada.

Terkait pembiayaan, Fernandes menyebut AirAsia saat ini sedang dalam proses penilaian kredit, dan berencana menerbitkan obligasi sekitar Oktober. Opsi pembiayaan lain yang dipertimbangkan mencakup skema sale and leaseback, sewa operasi, maupun pembelian langsung, tergantung kondisi suku bunga.

Rencana Armada Widebody

Meski berfokus pada pesawat berbadan sempit, AirAsia tetap melanjutkan ekspansi jarak jauh tahun ini menggunakan armada A330-300 yang saat ini berjumlah 27 unit, beroperasi di bawah AirAsia X dan Thai AirAsia X.

Fernandes mengonfirmasi, rute Eropa pertama dijadwalkan mulai akhir 2025. “Karena kekurangan pesawat, kami sempat menghentikan operasi ke Afrika. Tapi kami akan kembali tahun depan. Istanbul sudah dekat, dan kami juga punya rencana untuk satu destinasi di Eropa Barat serta tiga atau empat kota di Eropa Timur,” katanya.

AirAsia X saat ini memiliki pesanan 15 A330-900neo. Fernandes mengaku masih berdiskusi dengan Airbus terkait nasib pesanan ini, terutama untuk mendukung rute dari Filipina yang tidak bisa dilayani A321XLR ke Amerika.

“Untuk ke pantai barat Amerika, kami butuh pesawat berbadan lebar. Itu yang masih kami diskusikan, apakah perlu mempertahankan A330 hanya untuk operasi dari Manila,” katanya.

Tidak ada keputusan yang diambil sejauh ini terkait pensiunnya armada A330-300 yang sudah ada.

Pesanan Besar Segera Menyusul

Dalam waktu dekat, AirAsia juga akan mengumumkan satu lagi pesanan besar hingga 150 pesawat. Meskipun Fernandes belum merinci jenisnya, pesanan ini diperkirakan mencakup pesawat jet regional. “Diskusinya sangat agresif, dan pengumumannya kemungkinan dalam satu bulan ke depan. Ini akan melengkapi strategi jaringan global kami,” ujar Fernandes.